Minggu, 01 Maret 2009

IKHTIOLOGI

1.1 Pengertian Ikhtiologi
Ilmu mengenai perikanan di Indonesia relatif masih baru. Akhir-akhir ini ilmu tentang perikanan banyak
dipelajari mengingat ikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting. Sebelum kita membahas lebih
lanjut pengertian ikhtiologi, sebaiknya perlu diketahui tentang “Apakah Ikan itu?“. Ikan merupakan salah
satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikilotermis, memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang
dan siripnya serta tergantung pada air sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan di
dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga
tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin. Dari keseluruhan vertebrata,
sekitar 50,000 jenis hewan, ikan merupakan kelompok terbanyak di antara vertebrata lain memiliki jenis
atau spesies yang terbesar sekitar 25,988 jenis yang terdiri dari 483 famili dan 57 ordo. Jenis-jenis ikan ini
sebagian besar tersebar di perairan laut yaitu sekitar 58% (13,630 jenis) dan 42% (9870 jenis) dari
keseluruhan jenis ikan. Jumlah jenis ikan yang lebih besar di perairan laut, dapat dimengerti karena hampir
70% permukaan bumi ini terdiri dari air laut dan hanya sekitar 1% merupakan perairan tawar.
Setelah kita mendefinisikan pengertian tentang ikan, dapatlah dimengerti mengapa ilmu tentang perikanan
perlu dipelajari. Selain ikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting, nilai-nilai kepentingan
yanglain dari ikan antara lain dapat memberikan manfaat untuk rekreasi, nilai ekonomi atau bernilai
komersial, dan ilmu pengetahuan untuk masayarakat. Ikhtiologi atau “Ichthyology“ merupakan salah satu
cabang ilmu biologi yang mempelajari ikan secara ilmiah dengan penekanan pada taksonomi dan aspek-aspek lainnya. Kata ikhtiologi berasal dari pengertian ichtio = ikan dan logos = ilmu, jadi di dalam
ikhtiologi ini dicakup beberapa aspek baik mengenai aspek biologi maupun ekologi ikan.
Dalam mempelajari ihktiologi ini tidak terlepas dari ilmu-ilmu yang lain karena saling berkaitan. Beberapa
cabang ilmu pengetahuan yang sangat terkait dengan ikhtiologi ini antara lain Taksonomi Vertebrata,
Morfologi dan Anatomi Hewan, Fisiologi, Genetika, dan Evolusi.

1.2 Sejarah Ikhtiologi
Ikhtiologi pada awal diperkenalkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Aristoteles melakukan observasi untuk
membedakan dan membuat ciri-ciri ikan hingga diperoleh sekitar 115 jenis. Dalam penelitian tersebut,
pertama kali dikemukakan tentang beberapa hal mengenai ikan misal kelamin ikan hiu dapat ditentukan
dari struktur sirip perut. Setelah periode Aristoteles tidak banyak penelitian mengenai ikan, baru pada abad
ke 16 muncul nama-nama beberapa peneliti antara lain Pierre belon (1517-1564), H. Salviani (1514-1572)
dan G. Rondelet (1507-1557). P. Belon telah mempublikasikan tentang ikan pada tahun 1551, dengan
mengklasifikasikan 110 jenis berdasarkan ciri-ciri anatomi ikan. Pada tahun 1554 hingga 1557, Salviani
berhasil mempublikasikan 92 spesies ikan. Pada tahun 1554 dan 1555 Rondelet pertama kali
mempublikasikan hasil penelitiannya dalam sebuah buku Ikhtiologi.
Selanjutnya pengetahuan tentang ikan berkembang cukup pesat, dengan diterbitkannya buku “Natural
History of the Fishes of Brazil” pada tahun 1648. Peter Artedi (1705-1735) membuat suatu sistem
klasifikasi ikan yang diberi judul Father of Ichthyology. Akhirnya Carolus Linnaeus berhasil membuat
Systema Naturae dengan mengadopsi system klasifikasi Artedi dan menjadi dasar dari keseluruhan sistem
klasifikasi ikan. Pada pertengahan abad ke 20 Iktiologi semakin berkembang dengan menggabungkan
beberapa bidang ilmu seperti Ekologi, Fisiologi dan Tingkah laku dalam perkembangan anatomi dan
sistematika ikan. Akhirnya beberapa ahli ikhtiologi seperti C.T Regan, Leo S Berg (1876-1905) dan Carl L
Hubbs (1894-1982) memberikan sumbangan yang besar dalam bidang sistematika ikan. Pada tahun 1940
Berg membuat klasifikasi ikan (Classification of Fish) yang menjadi standar dalam pengklasifikasian ikan
hingga sekarang.

1.3 Klasifikasi Ikan
Informasi yang digunakan dalam mempelajari hubungan evolusioner ikan berawal dari pengetahuan
taksonomi terutama deskripsi ikan. Pengetahuan tersebut menjadi dasar dalam iktiologi dan juga bidangbidang
lain seperti ekologi, fisiologi. Metode yang digunakan dalam bidang taksonomi terbagi menjadi
enam kategori yaitu 1) pengukuran morfometrik, 2) ciri meristik, 3) ciri-ciri anatomi, 4) pola warna, 5)
kariotipe, dan 6) elektroforesis.
Pengukuran morfometrik merupakan beberapa pengukuran standar yang digunakan pada ikan antara lain
panjang standar, panjang moncong atau bibir, panjang sirip punggung atau tinggi batang ekor. Keterangan
mengenai pengukuran–pengukuran ini dibuat oleh Hubbs & Lagler (1964). Pada pengukuran ikan yang
sedang mengalami pertumbuhan digunakan rasio dari panjang standar. Ikan yangdigunakan adalah ikan
yang diperkirakan mempunyai ukuran dan kelamin yang sama. Hal ini disebabkan pertumbuhan ikan tidak
selalu proporsional dan dimorfime seksual sering muncul pada ikan (tetapi seingkali tidak jelas).
Pengukuran morfometrik merupakan pengukuran yang penting dalam mendekripsikan jenis ikan.
Ciri meristik merupakan ciri-ciri dalam taksonomi yang dapat dipercaya, karena sangat mudah digunakan.
Ciri meristik ini meliputi apa saja pada ikan yang dapat dihitung antara lain jari-jari dan duri pada sirip,
jumlah sisik, panjang linea literalis dan ciri ini menjandi tanda dari spesies. Salah satu hal yang menjadi
permasalahan adalah kesalahan penghitungan pada ikan kecil. Faktor lain yang dapat mempengaruhi ciri
meristik yaitu suhu, kandungan oksigen terlarut, salinitas, atau ketersediaan sumber makanan yang
mempengaruhi pertumbuhan larva ikan.
Ciri-ciri anatomi sulit untuk dilakukan tetapi sangat penting dalam mendeskripsi ikan. Ciri-ciri tersebut
meliputi bentuk, kesempurnaan dan letak linea lateralis, letak dan ukuran organ-organ internal, anatomi
khusus seperti gelembung udara dan organ-organ elektrik.
Pola pewarnaan merupakan ciri spesifik, sebab dapat berubah sesuai dengan umur, waktu, atau
lingkungan dimana ikan tersebut didapatkan. Hal ini merupakan bagian penting dalam mendeskripsi setiap
spesies, misal pola pewarnaan adalah ciri spesifik spesies, kondisi organ reproduksi, jenis kelamin.
Masalah utama dalam pewarnaan bila digunakan sebagai alat taksonomi adalah subjektivitas yang tinggi
dalam mendeskripsi ikan.
Kariotipe merupakan deskripsi dari jumlah dan morfologi kromosom. Jumlah krosmosom tiap sel tampaknya menjadi ciri-ciri ikan secara konservatif dan dfigunakan sebagai indikator dalam famili. Jumlah
lengan kromosom seringkali lebih jelas dari pada jumlah krosmosom. Teknik lain yang digunakan
berkaitan juga dengan kariotiping, adalah penghitungan jumlah DNA tiap sel. Namun, jumlah DNA
cenderung berkurang pada spesies terspesialisasi (Hidengarrner & Rosen,1972 dalam Moyle & Cech,
1988).
Elektroforesis merupakan tehnik yang digunakan untuk mengevaluasi kesamaan protein. Contoh jaringan
diperlakukan secara mekanis untuk mengacak struktur membran sel, agar melepaskan protein yang larut
air. Selanjutnya, protein ini diletakkan dalam suatu gel, biasanya terbuat dari pati atau agar, yang
selanjutnya diperlakukan dengan menggunakan arus litrik. Kecepatan pergerakan respon protein untuk
berpindah atau bergerak tergantung pada ukuran molekulnya. Kesamaan genetik dari indiviual dan spesies
dapat dibandingkan dengan ada atau tidak adanya protein yang dibedakan berdasarkan letak dalam gel.
Elektroforesis dapat digunakan untuk menguji variasi genetik dalam populasi.
Berikut ini klasifikasi ikan yang menunjukkan hubungan evolusioner dari kelompok besar ikan.
Filum : Chordata
Subfilum : Myxini, Vertebrata
Superkelas : Gnathostoma, Agnatha
Kelas : Chondrichthyes, Osteichthyes
Subkelas : Holocephali, Elasmobranchi, Sarcopterygii, Actinopterygii
Infrakelas : Chondrostei, Neopterygii
Divisi : Teleostei (jumlah Ordo lebih dari 60 Ordo)

klasifikasinya membedakan ikan ke dalam tiga kelas utama berdasarkan
taksonominya yaitu :
a. Kelas Agnatha, meliputi ikan primitif seperti Lamprey, berumur 550 juta tahun yang lalu dan
sekarang tinggal 50 spesies. Karakteristik ikan ini tidak memiliki sirip-sirip yang berpasangan tetapi
memiliki satu atau dua sirip punggung dan satu sirip ekor.
b. Kelas Chondroichthyes, memiliki karakteristik adanya tulang rawan dan tidak mempunyai sisik,
termasuk kelas primitif umur 450 juta tahun yang lalu dan sekarang tinggal 300 spesies. Misalnya ikan
pari dan ikan hiu.
c. Kelas Osteichthyes, meliputi ikan teleostei yang merupakan ikan tulang sejati, merupakan
kelompok terbesar jumlahnya dari seluruh ikan yaitu melebihi 20.000 spesies dan ditemukan pada 300
juta tahun lalu.

klasifikasinya membedakan ikan ke dalam tiga kelas utama berdasarkan
taksonominya yaitu :
a. Kelas Agnatha, meliputi ikan primitif seperti Lamprey, berumur 550 juta tahun yang lalu dan
sekarang tinggal 50 spesies. Karakteristik ikan ini tidak memiliki sirip-sirip yang berpasangan tetapi
memiliki satu atau dua sirip punggung dan satu sirip ekor.
b. Kelas Chondroichthyes, memiliki karakteristik adanya tulang rawan dan tidak mempunyai sisik,
termasuk kelas primitif umur 450 juta tahun yang lalu dan sekarang tinggal 300 spesies. Misalnya ikan
pari dan ikan hiu.
c. Kelas Osteichthyes, meliputi ikan teleostei yang merupakan ikan tulang sejati, merupakan
kelompok terbesar jumlahnya dari seluruh ikan yaitu melebihi 20.000 spesies dan ditemukan pada 300
juta tahun lalu.



MORFOLOGI IKAN
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu membedakan bentuk dan bagian-bagian tubuh ikan
2. Mahasiswa mampu membedakan jenis ikan berdasarkan tipe makanannya
2.1 Bagian-bagian Tubuh Ikan
Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri
yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Morfologi ikan sangat berhubungan
dengan habitat ikan tersebut di perairan. Sebelum kita mengenal bentuk-bentuk tubuh ikan yang bisa
menunjukkan dimana habitat ikan tersebut, ada baiknya kita mengenal bagian-bagian tubuh ikan secara
keseluruhan beserta ukuran-ukuran yang digunakan dalam identifikasi.
Ukuran tubuh ikan. Ukuran standar yang dipakai dapat dilihat pada Gambar 2.1. Semua ukuran yang
digunakan merupakan pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain tanpa melalui lengkungan
badan.
- Panjang total (TL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae) hingga
ujung ekor.
- Panjang standar (SL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae) hingga
pertengan pangkal sirip ekor (pangkal sirip ekor bukan berarti sisik terakhir karena sisik-sisik
tersebut biasanya memanjang sampai ke sirip ekor)
- Panjang kepala (HL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxilla) hingga
bagian terbelakang operculum atau membran operculum.